Senin, 28 November 2011

Analisis Penawaran dan Permintaan Beras di Luar Jawa

Andi Irawan

Fakultas Ekonomi

Institut Pertanian Bogor

Tema / Topik Penelitian

Penawaran dan Permintaan Beras di Luar Jawa



Judul Penelitian

Analisis Penawaran dan Permintaan Beras di Luar Jawa



Latar Belakang Penelitian

Pemerintah terlena dengan penghargaan FAO atas keberhasilan mewujudkan swasembada pangan di tahun 1984, setidaknya hal ini diindikasikan dengan semakin menyusutnya lahan-lahan sawah subur di Pulau Jawa sejak tahun 1984 tersebut untuk berbagai kepentingan industri dan perumahan. Akibatnya produksi beras nasional turun drastis, terbukti di tahun 1989 kita telah mengimpor beras sebesar 464.449 ton bahkan 10 tahun kemudian kita dikejutkan dengan jumlah impor yang sangat spektakuler yakni sebesar 5,8 juta ton di tahun 1998.

Hipotesis Penelitian

Bagaimana situasi permintaan dan penawaran beras di luar Jawa ?

Tujuan Penelitian

Menganalis penawaran dan permintaan beras luar Jawa dan prospek kawasan ini dalam mendukung swasembada beras dengan menggunakan model persamaan simultan.

Landasan Teori

1. Fungsi Produksi dan Penawaran Beras

Fungsi produksi padi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Qs = q (A, F, L V)

Dimana: Qs = Jumlah produksi padi (unit)

A = Luas Areal padi (unit)

F = Jumlah pemakaian pupuk (unit)

L = Jumlah tenaga kerja (unit)

V = Faktor produksi lainnya (unit)

Untuk memaksimumkan produksi padi dibutuhkan biaya tertentu. Perumusan biaya dalam bentuk anggaran total adalah sebagai berikut:

B = Bo + Pa A + Pf F + Pl*L + Pv*V

Dimana: B = Biaya total (Rp)

Bo = Biaya Peubah (Rp)

Pa = Harga lahan (Rp/unit)

Pf = Harga pupuk (Rp/unit)

Pl = Harga tenaga kerja (Rp/unit)

Pv = Harga faktor produksi lainnya (Rp/unit)

2. Fungsi Permintaan

Fungsi permintaan beras diturunkan dari fungsi utilitas konsumen. Fungsi utilitas dapat dirumuskan sebagai berikut:

U = u(Qd, R)

Dimana: U = Total utilitas dari beras (unit)

Qd = Jumlah beras yang dikonsumsi (unit)

R = Jumlah komoditi lain yang dikonsumsi (unit)

Konsumen yang rasional akan memaksimumkan kepuasannya dari konsumsi suatu komoditi pada tingkat harga yang berlaku dan tingkat pendapatan tertentu. Dengan demikian sebagai kendala untuk memaksimumkan fungsi utilitas adalah sebagai berikut:

Y = Pb * Qd + Pr * R

Dimana: Y = Tingkat Pendapatan (Rp)

Pb = Harga beras (Rp/unit)

Pr = Harga komoditi lain (Rp/unit)



Sumber Data

Data yang digunakan adalah data series tahun 1969-1998 berasal dari berbagai sumber yakni: Biro Pusat Statistik, Badan Urusan Logistik, IMF, IRRI dan Departemen Pertanian.



Model Penelitian

Model yang dipakai dalam penelitian ini ada 3 :

- Model Distribusi Beda Kala

- Model Penyesuaian Parsial

- Model Respon Penawaran Padi

Hasil dan Analisis Penelitian

1. Perilaku areal panen padi di luar Jawa ternyata hanya dipengaruhi oleh harga padi. Walaupun demikian elastisitas areal panen terhadap harga padi adalah I nelastis. Fenomena ini menunjukkan harga padi akan mendorong petani meningkatkan produksi padi melalui peningkatan areal (ekstensifikasi), bukan melalui peningkatan produktivitas (intensifikasi) karena harga padi tidak siknifikan pengaruhnya terhadap produktivitas padi.

2. Produksi beras luar Jawa tidak siknifikan pengaruhnya terhadap impor beras menunjukkan produksi beras di luar Jawa belum mampu menjadi kontributor yang siknifikan dalam mengurangi impor beras nasional. Hal ini menunjukkan luar Jawa belum berperan besar sebagai pensuplai beras nasional.

3. Permintaan beras di luar Jawa tidak dipengaruhi oleh harga beras tetapi sangat ditentukan oleh jumlah penduduknya. Hal ini menunjukkan permintaan beras luar Jawa di masa mendatang akan semakin meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk luar Jawa.

4. Harga padi di luar Jawa sangat ditentukan oleh harga dasar namun respon (elastisitas) harga padi terhadap harga dasar adalah inelastic (kurang dari satu), dan kelima, harga beras eceran luar Jawa dipengaruhi oleh harga dasar dan harga padi dengan nilai elastisitas harga beras eceran terhadap harga dasar dan harga padi itu adalah inelastis.

Kesimpulan Penelitian

Hasil penelitian ini menyarankan kebijakan yang dapat menolong harga padi di tingkat petani seperti harga dasar dan subsidi input adalah penting untuk tetap diterapkan untuk memacu produksi beras di luar Jawa. Hal ini karena harga dasar ini akan mempengaruhi harga padi dan selanjutnya harga padi akan memacu petani untuk meningkatkan produksi melalui ekstensifikasi.

Sabtu, 26 November 2011

Pengaruh Penetapan Batas Harga oleh Pemerintah Saat Terjadinya Pergeseran Kurva Penawaran



Jika harga barang naik maka akan terjadi penurunan jumlah barang yang diproduksi seiring dengan menurunnya jumlah permintaan. Karena masyarakat mengharapkan bisa membeli suatu barang dengan harga yang rendah sehingga jika terjadi kenaikan harga, hanya sekelompok masyarakat tertentu (yang berpenghasilan di atas rata-rata) yang tetap membeli barang yang diproduksi perusahaan tersebut.

Ketika pemerintah menetapkan batas harga yang nilainya diantara harga awal dan harga setelah terjadinya kenaikan, maka jumlah barang yang diminta diharapkan naik oleh perusahaan. Hal ini akan mempengaruhi ke revenue perusahaan yang berakibat pada perubahan jumlah laba yang diterima oleh perusahaan. Pada saat pemerintah menetapkan batas harga maka harga yang diterapkan suatu perusahaan dalam menjual barang yang akan diproduksinya akan lebih rendah dari harga sebelumnya. Hal ini berakibat perusahaan tersebut mengalami penurunan dalam jumlah laba yang dihasilkan. Perusahaan berusaha tetap memperoleh sejumlah tertentu laba dalam kondisi harga jual ke masyarakat lebih rendah dari harga jual yang sebelumnya akibat penetapan batas harga oleh pemerintah sehingga barang tersebut dapat dijangkau oleh lebih banyak kalangan masyarakat.

Penetapan batas harga ini menyebabkan perusahaan mengalami penurunan laba karena tingginya biaya produksi sementara harga yang ditetapkan pemerintah tidak sebanding untuk bisa menutupi biaya produksi sekaligus memperoleh laba. Karena itu diperlukan adanya efisiensi dalam penggunaan teknologi untuk memproduksi barang sehingga dengan biaya produksi yang minimal dapat menghasilkan kuantitas produk yang banyak. Perusahaan membutuhkan modal untuk menciptakan efisiensi produksi melalui peningkatan teknologi. Modal tersebut didapat dari subsidi oleh pemerintah atau melalui penjualan saham dan obligasi perusahaan ( go publik ).

Setelah penetapan batas harga, jumlah barang yang diminta lebih besar daripada jumlah yang ditawarkan. Sehingga ada kemungkinan konsumen beralih ke barang subtitusi yang lain yang sejenis untuk memenuhi kebutuhannya akan barang sebelumnya yang tidak bisa didapat karena jumlah yang diproduksi hanya sedikit. Atau pemerintah melakukan kebijakan impor barang untuk memenuhi kebutuhan akan permintaan barang di dalam negeri yang berkurang.

Jumat, 25 November 2011

Kebijakan Subsidi dan Monopoli Distribusi Pada Industri Pupuk

Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang bernilai penting dalam budidaya pertanian. Berbagai kebijakan dalam pendistribusian pupuk telah dikeluarkan pemerintah selama ini. Kebijakan tersebut mempengaruhi kinerja ekonomi pupuk yang meliputi produksi,ketersediaan, tingkat harga dan tingkat penggunaan oleh petani. Kebijakan yang terkait dengan industri pupuk yaitu: penghapusan perbedaan harga pupuk untuk subsektor tanaman pangan dan untuk subsektor perkebunan, penghapusan subsidi pupuk secara bertahap setidak-tidaknya dalam 3 tahun, menghilangkan monopoli distribusi dan membuka peluang bagi distributor pendatang baru, menghapus sistem holding company dan membiarkan terjadinya kompetisi yang sehat antar produsen pupuk, dan penghapusan kuota ekspor dan pengontrolan terhadap impor pupuk.

Secara makro kebijakan penghapusan subsidi pupuk, merupakan upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana pembangunan. Sementara, kenaikan harga pupuk sebagai akibat penghapusan subsidi tersebut diharapkan dapat menjadidorongan pada petani agar dapat menggunakan pupuk secara lebih efisien (Darmawan etal., 1995). Penggunaan pupuk yang semakin efisien merupakan inovasi baru yang menjanjikan keuntungan, karena mendorong petani untuk berupaya membiayai input usahataninya sendiri (Dillon dan Hardaker, 1980). Motivasi ini merupakan aspek yang penting dalam upaya meningkatkan daya saing komoditas-komoditas pertanian pada kondisi pasar produkyang juga semakin efisien (Hadi et al., 1997).



Kebijakan distribusi pupuk

Sebelum tahun 1998, seluruh pupuk terutama pupuk Urea masih mendapatkan subsidi dari pemerintah. Pemberian subsidi ini bertujuan untuk mensukseskan program pengadaan pangan serta menciptakan stabilitas politik nasional. Bagi petani yang lemah dalam permodalan, subsidi ini merupakan bantuan yang sangat dibutuhkan. Untuk pendistribusiannya dilibatkan berbagai pihak yaitu PT. Pusri, KUD, Perusahaan swasta dan PT.Pertani. PT. Pusri menangani pendistribusian dari Lini I sampai Lini III, selanjutnya dari Lini III ke Lini IV penyaluran pupuk untuk tanaman pangan menjadi tanggung jawab KUD, sedangkan pendistribusian pupuk untuk pertanian non pangan menjadi tanggung jawab beberapa penyalur swasta dan PT. Pertani. Menurut kapasitas terpasang, dari seluruh pabrik pupuk dalam negeri mampu diproduksi pupuk Urea lebih dari 6,8 juta ton per tahun, padahal konsumsi dalam negeri hanya berkisar 4,4 – 4,5 juta ton per tahun. Namun demikian, ironisnya hampir setiap tahun dalam bulan-bulan tertentu masih terjadi kelangkaan pupuk pada saat petani membutuhkan. Berikut ini diuraikan seri kebijakan distribusi pupuk oleh pemerintah dari waktu ke waktu.



Era Program Bimas (semi regulated period)1960-1979
Pada masa ini semua kebutuhan pupuk masih diimpor. Program pendistribusian awalnya diatur dengan Program Padi Sentra. Namun, ternyata program ini mnegalami kegagalan karena ketidakmampuan para petani membayar kredit. Kemudian, pemerintah menyerahkan pendistribusian kepada PN Pertani dengan dibantu oleh PT Panca Niaga, PT Cipta Niaga, PT Intradata, PT Lamtoro Agung dan PT Jaya Niaga.



Era Pupuk Disubsidi dan Ditataniagakan (fully regulated)1979-1998

Era ini dapat dibagi atas 2 periode, yaitu periode 1979-1993 dan 1993-1998. Periode 1979-1993 disebut sebagai era regulasi penuh, dimana semua hal yang menyangkut pupuk untuk sektor pertanian diatur secara penuh oleh pemerintah. Selama periode ini, pupuk disubsidi dan ditataniagakan secara menyeluruh, pengadaan dan penyaluran pupuk ke sektor pertanian relatif aman.

Periode ke-2 tahun 1993-1998, pertimbangan anggaran subsidi pupuk semakin besar. Maka, diambil beberapa kebijakan. Pada periode ini, pemerintah melakukan pencabutan subsidi dengan mengeluarkan berbagai kebijakan.
Era Pasar Bebas (free market and semiregulated) 1998-2001
Kebijakan pasar bebas mulai diberlakukan sejak 1 Desember 1998. Dengan kebijakan ini, pengadaan dan penyaluran pupuk tidak lagi berpedoman kepada ketentuan-ketentuan yang mengatur dan menjamin kesediaan pupuk yang dibutuhkan petani. Akan tetapi, kebijakan pasar bebas ini pada kenyataanya tidak bisa memperbaiki metode penyaluran pupuk di dalam negeri. Akhirnya, terjadi kelangkaan di beberapa daerah yang menyebabkan ketidakstabilan di insdustri pupuk.

Pola Distribusi Pupuk

Sebelum diterapkan kebijakan pasar bebas dalam tataniaga dan penghapusan subsidi pupuk, hak monopoli telah diberikan pemerintah kepada PT. Pusri sebagai distributor tunggal pupuk. Pupuk hanya disalurkan hingga tingkat KUD penyalur pupuk. Sedangkan pupuk yang akan digunakan selain untuk kebutuhan pangan disalurkan oleh PT Petani dan penyalur swasta yang di tentukan PT. Pusri. Ini bertujuan untuk mengontrol penyaluran sehingga kendala-kendala dalam pendistribusian dapat di kontrol.

Setelah dicabutnya hak monopoli PT. Pusri semakain terbuka kesempatan pihak swasta dan LSM dalam tata niaga pupuk, namun kebijakan ini akan menyebabkan harga yang bersaing. Sehingga untuk mengontrolnya PT. Pusri masih berperan dominan, akan tetapi LSM sudah berpartisipasi walau sedikit.

Kriteria Pendistribusian

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun tataniaga pupuk yang berkeadilan adalah sebagai berikut: (1) Harus dapat menjamin ketersediaan pupuk di tingkat petani agar Program Peningkatan Ketahanan Pangan tidak terganggu; (2) Industri pupuk nasional harus tumbuh dengan baik dan menikmati keuntungan yang wajar sehingga secara berkesinambungan dapat memasok kebutuhan pupuk dalam negeri; dan (3) Para distributor dan pengecer pupuk juga dapat menikmati keuntungan yang wajar dari tataniaga ini.

Sesuai ketentuan dalam SK. Menperindag No. 93/MPP/Kep./3/2001 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk urea untuk sektor pertanian, perlu diatur mekanisme distribusi untuk menjamin ketersediaannya seperti berikut:

1. Rayonisasi Wilayah pemasaran

Bertujuan untuk meningkatkan efisiensi distribusi pupuk, juga untuk pengamanan pengadaan pupuk agar tidak dimonopoli oleh PT. Pusri Atas dasar ini, pembagian wilayah dan tanggung jawab adalah sebagai berikut: Pusri (Aceh, Sumbar, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTB, NTT, Kalbar, Kalsel, Kalteng, Kaltim, Sulut, Sultra, Sulteng, Sulsel, Maluku dan Irja), Kujang (Jabar), Petrokimia Gresik (Jatim), Pupuk Kaltim (Jatim, Kalsel, Kalteng, Kaltim, Sulsel) dan Iskandar Muda (Aceh, Sumut dan Riau).

2. Penjualan pupuk mulai di tingkat kabupaten

Pemberlakuan penjualan pupuk mulai dari Kabupaten, selain dimaksudkan untuk mendekatkan dengan konsumen, juga untuk membatasi gerak distributor yang selama ini tidak terkendali. Dengan adanya pengaturan tersebut, baik unit niaga PT Pusri maupun distributor yang ditunjuk oleh produsen diharuskan menjual pupuk Urea pada pengecer atau konsumen mulai di Lini III. Khusus untuk PTPN dan Perkebunan Besar Swasta, pengadaan pupuk dapat dilakukan langsung dari produsen maupun unit niaga PT Pusri melalui mekanisme yang berlaku.

3. Penetapan persyaratan distribusi dan penyaluran secara ketat

Dalam konteks ini ditetapkan dua pola yaitu Pola umum & Pola distribusi. Dalam Pola umum produsen Urea (Pusri, PetrokimiaGresik, Kujang, Kaltim dan PIM) harus menjual melalui distributor kabupaten. Unit niaga PT Pusri dan distributor yang ditunjuk produsen menyediakan pupuk sampai pada Lini III dan menjual melalui pengecer yang terdiri dari koperasi swasta dan, Usaha Kecil dan Menengah.

Dalam ketentuan rayonisasi distribusi, setiap produsen ditugaskan melakukan pemerataan dan percepatan distribusi dan bertanggung jawab atas setiap daerah kewajibannya. Kebutuhan Urea untuk subsektor tanaman pangan utamanya dijual oleh/melalui unit niaga PT Pusri. Kebutuhan Urea untuk sub sektor tanaman pangan di sekitar pabrik dan sub sektor perkebunan dijual sendiri oleh masing-masing produsen melalui distributornya. Produsen yang menjual Urea untuk sektor perta- nian mewajibkan distributornya menjual pupukSP 36 dan ZA produksi PT Petrokimia Gresik, sebagai upaya untuk mengaplikasikan pemupukan berimbang.



Dampak Ekonomi

Kurva Subsidi


Harga pupuk sebelum disubsidi oleh pemerintah berada pada E2 dan Q2, setelah di subsidi harga pupuk turun dan kuantitasnya meningkat menjadi Q1. Keduanya bertemu pada harga equilibrium pada E1. Artinya dengan subsidi dari pemerintah, harga dari pupuk akan menurun dan kuantitas pupuk akan meningkat.

Ketika subsidi terhadap pupuk dicabut maka harga pupuk akan meningkat, hal ini mengakibatkan jumlah penawaran pupuk bertambah dan jumlah permintaannya berkurang. Seperti yang telah diketahui, pemerintah melakukan hal ini agar petani dapat melakukan efesiensi dalam penggunaan pupuknya.

Pada kenyataannya ketika pendistribusian pupuk dimonopoli, terjadi kelangkaan pupuk di berbagai tempat. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan jumlah permintaan pupuk di suatu daerah dengan daerah lainnya. Akhirnya, industri pupuk cenderung tidak stabil. Dengan dicabutnya monopoli pendistribusian pupuk, pemerintah berharap agar pupuk dapat terdistribusikan secara merata, menghilangkan kelangkaan pupuk dan industri pupuk menjadi stabil.

Perekonomian pupuk saat ini

Saat ini penggunaan pupuk bersubsidi di dalam negeri masih rendah dan jauh dari target,tetapi tidak berarti produsen pupuk merugi. Itu dikarenakan pasar ekspor pupuk yang masih terbuka sehingga produsen dapat mengalihkan penjualannya kepada pasar ekspor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, volume ekspor pupuk pada September 2011 mencapai 280.106 ton atau melonjak 1.670,5% dibandingkan volume bulan sebelumnya yang 15.820 ton. Maka, volume ekspor pupuk Januari September 2011 tercatat mencapai 412.747 ton, naik 243,12% dari volume ekspor pada periode yang sama tahun 2010 yang hanya 120.292 ton.

Musim panas yang cukup panjang menyebabkan penyerapan pupuk di dalam negeri lambat,sehingga cadangan pupuk cukup banyak dan permintaan untuk pasar dalam negeri sudah terpenuhi sehingga pupuk yang masih tersisa dapat di ekspor. Namun pada saat memesuki musim hujan permintaan pun akan meningkat karena sudah masuk musim tanam.

Sesuai dengan kenaikan volume, nilai ekspor pupuk pada September 2011 juga naik 2.057,6% dari US$ 6,49 juta pada Agustus 2011 menjadi US$ 140,14 juta. Kenaikan tersebut juga terdongkrak oleh kenaikan harga pupuk di pasar ekspor. Pada Agustus rata-rata harga pupuk US$ 410 per ton sementara pada September mencapai US$ 500 per ton karena tingginya permintaan memasuki musim tanam. Harga pupuk memang terbilang fluktuatif itu dikarenakan tergan tung pada musim tanam. Harga pupuk sekarang tinggal sekitar US$ 480 per ton. Mungkin karena musim tanam di India, Vietnam, dan Thailand sudah hampir selesai jadi permintaan dan harga turun.

selain faktor permintaan, peraturan China mengenai ekspor pupuk, seperti larangan ekspor dan pengenaan bea keluar, juga mempengaruhi harga pupuk di pasar internasional. BPS mencatat, pada periode Januari hingga September 2011, nilai ekspor pupuk mencapai US$ 351.48 juta, naik 192,19% dari nilai ekspor periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 120,29 juta. (dat16/wol/kontan)

Sumber

http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE22-1-05.pdf

http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=224293:ekspor-pupuk-melonjak-tinggi&catid=18:bisnis&Itemid=95

Senin, 07 November 2011

Beras Dalam Perekonomian Indonesia



Beras adalah bagian dari bulir padi yang sudah dipisah dari sekam atau kulit padi. Beras adalah makanan pokok rakyat Indonesia dan dua per tiga dari penduduk dunia. Produksi padi asal Cina menyebar ke negara-negara seperti Sri Lanka dan India. Diyakini bahwa beras dibawa ke Asia Barat dan Yunani pada 300 SM oleh tentara Alexander Agung. Pada 800 Masehi, orang-orang di Afrika Timur berdagang dengan orang-orang dan India, dari sini Indonesia diperkenalkan pada beras. Selain itu, diyakini bahwa budak dari Afrika membawa beras dari tanah mereka. Pada tahun 1700, 300 ton beras dari Amerika dikirim Inggris. Setelah Perang saudara berakhir, beras diproduksi di seluruh daerah Selatan. Indonesia jg sebagai negara yang memproduksi padi terbesar di dunia dan terus meningkat tiap tahunnya.

Angka ramalan I Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi padi selama tahun 2011 diperkirakan mencapai 67,31 juta ton gabah kering giling atau setara dengan 37,8 juta ton beras.
“Hitungan produksi beras dibuat setelah dikurangi padi yang digunakan untuk pakan ternak, bahan baku industri, bibit dan padi yang tercecer,” kata Kepala BPS Rusman Heriawan saat menyampaikan berita resmi statistik di kantor BPS Jakarta, Selasa.
Produksi padi angka ramalan I, menurut Rusman, meningkat 1,35 persen dibanding produksi tahun 2010 yang menurut perhitungan sementara mencapai 66,41 juta ton gabah kering giling. Ia menjelaskan kenaikan produksi padi tahun ini menurut perkiraan terjadi karena penambahan luas areal panen padi sebanyak 14,51 ribu hektare (0,11 persen) dan peningkatan produktifitas sebesar 0,62 kwintal per hektare (1,24 persen).
Menurut angka ramalan BPS, peningkatan produksi padi utamanya akan ditopang oleh kenaikan produksi padi sebanyak 56,55 ribu ton di Jawa dan sebanyak 839,31 ribu ton di luar Jawa. Diperkirakan, kenaikan produksi 2011 yang relatif besar terjadi di Provinsi Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan.
Sedangkan penurunan produksi yang cukup besar, menurut dia, diperkirakan terjadi di Provinsi Jawa Barat, Banten dan Kalimantan Tengah. BPS juga memperkirakan, kenaikan produksi padi terjadi antara Januari-April dan Mei-Agustus dengan kisaran berturut-turut 1.148,89 ribu ton dan 935,95 ribu ton. Sementara penurunan produksi diperkirakan terjadi selama September-Desember dengan volume 1.188,99 ribu ton lebih rendah dari produksi pada kurun yang sama tahun 2010.
Rusman menjelaskan dengan produksi beras pada 2011 diperkirakan surplus pada akhir tahun karena volumenya melebihi kebutuhan beras nasional. Produksi beras nasional menurut angka ramalan pertama sebanyak 37,8 juta ton sedang kebutuhan nasional, dengan asumsi jumlah penduduk 241,1 juta orang dan konsumsi 139,15 kilogram per kapita per tahun sebanyak 33,5 juta ton.
Sungguh ironis, data diatas menunjukan bahwa Indonesia telah menjadi negara pembeli atau pengimpor beras terbesar di dunia. Populasi penduduk Indonesia sekitar 240 juta jiwa serta sumber daya alam yang melimpah seharusnya Indonesia mampu menjadi negara yang memiliki stok beras sendiri tanpa harus menjadi negara pengimpor beras.
Kenaikan Harga Beras
Salah satu penyebabmahalnya harga beras adalah menurunnya pertumbuhan produksi padi yang salah stunya dipengaruhi oleh faktor cuaca. Contoh perubahan cuaca yang terjadi di Vietnam dan Thailand yang dikenal sebagai negara pengekspor beras akan menyebabkan harga beras akan meningkat karena mereka akan membatasi ekspor untuk memepertahankan ketahana pangan negara mereka sendiri.
Meningkatnya harga beras tidak lepas dari hokum permintaan dan penawaran. Permintaaan beras di Indonesia sangatlah besar yakni mencapai angka konsumsi 139kg per kapita per tahun. Padahal negara-negara Asia hanya kurang dari 100 kg per kapita per tahun. Permintaan yang tinggi ini tidak di imbangai dangan peningkatan produksi beras dalam negeri. Pada saat ini permintaan dan penawaran pada titik yang cukup seimbang namun bila mana terjadi goncangan maka harga akan cepat berubah dan fluktuatif.berikut pergerakan harga beras domestic pada taun 2010:


Dan berikut daftar harga beras saat ini:

Beras Lokal vs Beras Impor
SAMPAI SAAT INI BERAPA BESAR PRODUKSI PADI NASIONAL?
Produktivitas rata-rata nasional saat ini sekitar 4,6 ton gabah kering giling per hektare. Produksi sebanyak itu bahkan sedikit lebih tinggi daripada produksi di Thailand dan Vietnam. Produktivitas lahan pasang surut yang tadinya rendah, ternyata dengan benih hibrida bisa tingkatkan 2 sampai 3 kali lipat. Artinya, potensi untuk meningkatkan produktivitas masih sangat besar.
Itu membuktikan bahwa pertanian Indonesia masih lebih subur dibanding negara Thailand atau Vietnam.namun kenapa pemerintah tetap ingin melakukan impor beras dari negara lain. Dikabarkan Indonesia juga akan mengimpor beras dari Kamboja dan Pakistan. Kebijakan itu diambil untuk menambah stok beras yang ada. Namun di beberapa daerah yang menjadi lumbung padi di Indonesia menyatakan stok beras mereka aman dan ada beberapa yang sudah melebihi target produksi.
Pada tabel produksi beras di atas juga terlihat bahwa produksi beras trus meningkat tiap tahunnya. Namun, pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia tidak terkontrol sehingga permintaan juga akan terus meningkat karena beras adalah makanan pokok bangsa Indonesia dan bila hanya mengandalkan produksi dalam negri tidak akan tercukupi.
Impor beras yang membanjiri Indonesia menyebabkan pemerintah melakukan kebijakan proteksi terhadap ekonomi beras di Indonesia sejak tahun 2000. kebijaknnya terbagi atas kebijakan tarif dan nontarif. Kebijakan tarif yaitu pemerintah membebankan tarif impor sebesar Rp430/kg dan kebijakan nontarif meliputi kebijakan tarif pengawasan dan pembatasan impor. Kebijakan ini mampu menurunkan impor dan meningkatkan harga dalam negri sehingga meningkatkan kemekmuran para petani dan dapat meningkatkan surplus produsen. Oleh karena itu kebijakan ini dinilai berhasil unruk meningkatkan pertanian dan perekonomian negara.
Namun Indonesia sedang mempersiapkan diri untuk melakukan ekspor beras. Namun masih dalam pertimbangan kaerena harus meninjau kembali kondisi yang sedang terjai seperti keadaan stok yang memadai,stabilitas harga dan tingkat konsumsi.
Jadi impor hanya dilakukan untuk menjaga stok beras Indonesia agar tidak terjadi kekurangan bilamana terjadi sesuatu yang tidak diharapkan sepeti gagal panen dan bencana alam.
Surplus dan Shortage
- KASUS SURPLUS
Bila harga beras cianjur slyp sebesar Rp.13000/kg apa yang akan terjadi?
Pada harga Rp.13000 produsen akan meningatkan jumlah beras yang ada di masyarakat tetapi masyarakat beranggapan harga tersebut lebih tinggi dibanding harga pasar.sehingga permintaan akan turun dan jumlah beras yang terjual sedikit dibanding yang ditawarkan. Sehingga ada sejumlah beras yang tidak dikonsumsi oleh masyarakat sehingga akan terjadi surplus.
- KASUS SHORTAGE
Bila harga beras setra sebesar Rp.7000/kg apa yang akan terjadi?
Pada harga Rp.7000 dimana harga tersebut lebih rendah dari harga pasarnya maka akan terjadi peningkatan permintaan dari masyarakat tetapi beras yang beredar tidak mencukupi maka akan terjadi kelangkaan. Kejadian inilah yang menyebabkan shortage.
Referensi
http://www.majalahtrust.com/bisnis/interview/1219.php
http://www.hilmifirdaus.com/2011/07/indonesia-jadi-negara-pengimpor-pembeli.html
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&task=view&id=163&Itemid=42
http://id.wikipedia.org/wiki/Beras
http://www.bulog.co.id/
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=5171&Itemid=29
http://www.antaranews.com/berita/248157/produksi-beras-2011-diperkirakan-37-juta-ton

Jumat, 04 November 2011

Pergeseran Kurva Penawaran



Kurva penawaran dapat mengalami pergeseran hal ini disebabkan karena adanya faktor-faktor yang memengaruhi kurva penawaran itu sendiri. Pergeseran kurva penawaran ditandai dengan bergeraknya kurva ke kanan atau sebaliknya (arah kiri).Apabila kurva penawaran bergeser ke arah kanan mengartikan bahwa jumlah penawaran pada barang tersebut mengalami kenaikan. Namun sebaliknya apabila arah pergeseran mengarah ke kanan maka jumlah penawaran mengalami penurunan.

Faktor - faktor yang mempengaruhi kurva penawaran bergeser :

1. Harga dari Sumber Daya ( Prices of Relevant Resources )

Sumber daya dapat mempengaruhi harga suatu barang. Seperti contoh diatas adalah suatu penawaran akan bahan kain. Bila Harga Kain turun, maka akan menyebabkan pembelian barang akan naik. Itu bisa dilihat dalam gambar a. Disana terlihat bahwa kurva bergeser ke kanan karena adanya perubahan kuantitas dari 600 menjadi 900. Sebaliknya, Bila harga kain naik, maka akan menyebabkan pembelian barang akan turun. Lihat gambar b, kurva bergeser ke kiri disebabkan perubahan kuantitas dari 600 ke 300

2. Teknologi

Kemajuan teknologi berpengaruh kepada produktifitas. Semakin produktif suatu perusahaan maka akan semakin menguntungkan, karena akan meningkatkan jumlah barang produksi. Dalam kasus ini contohnya ialah. Jaman dahulu untuk menjahit sebuah baju dengan teknik manual, membutuhkan waktu yang lama. Dalam sehari mungkin hanya dapat memproduksi beberapa helai baju. Seiring dengan berkembangnya teknologi, muncul pula mesin jahit sebagai sarana menjahit yang lebih produktif, artinya dengan menggunakan mesin jahit dapat meningkatkan jumlah kuantitas barang yang di produksi dalam sehari dibandingkan dengan manual. sehingga jumlah yang ditawarkan pun meningkat.

3. Banyaknya penjual ( Number of Seller )

Semakin banyak jumlah produsen atau penjual artinya penawaran akan semakin bertambah dan sebaliknya apabila jumlah produsen atau penjual sedikit, penawaran akan berkurang. Dengan demikian, semakin banyak jumlah orang yang ingin menjadi penjual, maka harga (price) semakin tidak dapat dikendalikan.

4. Ekspektasi harga di masa yang akan datang (Expectation of future price)
Apabila ekspektasi harga positif artinya tidak ada kemungkinan kenaikan harga relatif tinggi di masa depan, maka penawaran akan barang tersebut tetap, begitu juga sebaliknya apabila ada ekspektasi harga akan naik maka produsen atau penjual akan mengurangi penawaran dan menimbun barang-barang tersebut untuk dijual pada bulan berikutnya.

5 Pajak dan Subsidi ( Taxes and Subsidies )

Pajak dan Subsidi merupakan kebijakan pemerintah yang pada akhirnya akan memengaruhi kuantitas barang yang akan diproduksi atau dijual. Pajak yang dikenakan atas penjualan suatu barang menyebabkan harga jual barang tersebut naik. Sebab setelah dikenakan pajak, produsen akan berusaha mengalihkan sebagian beban pajak tersebut kepada konsumen, yaitu dengan menawarkanharga jual yang lebihtinggi, artinya harga penawaran pun bertambah. Sedangkan Subsidi yang diberikan atas produksi suatu barang menyebabkan harga jual barang tersebut turun, karena biaya produksi menjadi lebih rendah. Subsidi dapat dinikmati oleh produsen dan konsumen, sebab dengan biaya produksi lebih rendah maka harga beli konsumen juga lebih murah, artinya harga penawaran berkurang.

Dosen : Dr. Prihantoro

Price Controls ( Price Floor & Price Ceiling )

Price Controls adalah merupakan suatu kebijakan pemerintah pada harga yang dikenakan untuk barang dan jasa di pasar, biasanya dimaksudkan untuk menjaga keterjangkauan makanan pokok dan barang, dan untuk mencegah gouging harga selama kekurangan, atau, alternatif, untuk menjamin pendapatan bagi penyedia barang tertentu.

Ada dua bentuk utama dari Price Controls, Price Ceiling, harga maksimum yang dapat diisi, dan Price Floor, harga minimum yang dapat dibebankan.

A. Price Ceiling

Price Ceiling adalah harga batas maksimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Price ceiling berfungsi untuk melindungi konsumen dari kondisi yang bisa membuat komoditas yang diperlukan tercapai. Namun,Price ceiling dapat menyebabkan masalah jika dikenakan untuk jangka waktu lama tanpa penjatahan dikendalikan. Price ceiling dapat menghasilkan hasil yang negatif ketika solusi yang tepat akan meningkatkan pasokan. Penyalahgunaan terjadi ketika pemerintah sebagai kesalahan diagnosis dengan harga terlalu tinggi ketika masalah sebenarnya adalah bahwa pasokan terlalu rendah.

Mengapa Price Ceiling menciptakan shortage ?

Price Ceiling menciptakan shortage akan terjadi karena adanya permintaan yang lebih dari harga ekuilibrium. Ada juga pasokan yang kurang dari harga ekuilibrium, sehingga lebih banyak kuantitas yang diminta daripada kuantitas yang ditawarkan. Inefisiensi terjadi karena kuantitas price ceiling yang memasok manfaat marjinal yang melebihi biaya marjinal. Inefisiensi ini sama dengan kerugian bobot mati kesejahteraan

Gambar Price Ceiling :



B. Price Floor

Price Floor adalah harga terendah komoditas hukum dapat dijual. Harga lantai digunakan oleh pemerintah untuk mencegah harga dari yang terlalu rendah. Lantai harga yang paling umum adalah upah minimum - harga minimum yang dapat diperhatikan untuk tenaga kerja. Price Floor juga sering digunakan dalam pertanian untuk mencoba untuk melindungi para petani.

Mengapa Price Floor menciptakan surplus ?

Price Floor menciptakan surplus karena adanya penawaran yang lebih daripada harga ekuilibrium, sehingga ada lebih banyak kuantitas yang diminta dari kuantitas yang ditawarkan. Inefisiensi terjadi karena pada kuantitas floor ceiling yang memasok manfaat marjinal yang melebihi biaya marjinal. Inefisiensi ini sama dengan kerugian bobot mati kesejahteraan.

Gambar Price Floor :



Kebijakan Price Floor dan Price Ceiling ini dibuat oleh pemerintah supaya sistem perekonomian pada negara seimbang.

Dosen : Dr.Prihantoro