Kamis, 26 Januari 2012

Analisis Jurnal - Budi Daya Ternak Sapi Perah

Analisis Jurnal

Budi Daya Ternak Sapi Perah

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan

Analisis Jurnal

Budi Daya Ternak Sapi Perah

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

Tema / Topik Penelitian

Beternak Sapi Perah

Judul Penelitian

Budi Daya Ternak Sapi Perah

Latar Belakang Penelitian

Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae. seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa.

Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan ke pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi Ongole murni.

Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.

Hipotesis Penelitian

Apa yang bisa didapat dalam budidaya ternak sapi perah ?

Bagaimana Budi Daya Ternak Sapi Perah di Indonesia ?

Tujuan Penelitian

Peternakan sapi menghasilkan daging sebagai sumber protein, susu, kulit yang dimanfaatkan untuk industri dan pupuk kandang sebagai salah satu sumber organik lahan pertanian.

Landasan Teori

a. Jenis

Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.

Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia).

Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein.

b. Penyiapan Sarana dan Peralatan

Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.

Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak.

Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.

Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahanbahan lainnya.

Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).

Hasil dan Analisis Penelitian

Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/ketrampilan petani yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek tata niaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya.

Produksi susu sapi di dunia kini sudah melebihi 385 juta m2/ton/th dengan tingkat penjualan sapi dan produknya yang lebih besar daripada pedet, pejantan, dan sapi afkiran. Di Amerika Serikat, tingkat penjualan dan pembelian sapi dan produknya secara tunai mencapai 13% dari seluruh peternakan yang ada di dunia. Sementara tingkat penjualan anak sapi (pedet), pejantan sapi perah, dan sapi afkir hanya berkisar 3%. Produksi susu sejumlah itu masih perlu ditingkatkan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di dunia ini.

Untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi maka pengelolaan dan pemberian pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan ternak, dimana minimum pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak (terserap) diusahakan sekitar 3,5- 4% dari bahan kering.

Usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah sapi yang dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun tingkat efisiensinya dapat dicapai dengan minimal pengusahaannya sebanyak 2 ekor dengan ratarata produksi susu sebanyak 15 lt/hari. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan diversifikasi usaha. Selain itu melakukan upaya kooperatif dan integratif (horizontal dan vertikal) dengan petani lainnya dan instansiinstansi lain yang berkompeten, serta tetap memantapkan pola PIR diatas.

Kesimpulan Penelitian

Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh induk betina
Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang yang dihasilkan dari kotoran ternak.

Rabu, 25 Januari 2012

Utility (Kepuasan)

Pengertian Utilitas

Setiap barang dan jasa merupakan alat pemuas kebutuhan manusia, ia harus dapat memberikan kepuasan kepada manusia (satisfaction). Henrich Gossen, menganggap bahwa tinggi rendahnya nilai suatu barang tergantung dari subjek yang memberikan penilaian. Suatu barang baru mempunyai arti bagi seorang konsumen apabila barang tersebut mempunyai daya guna (utility), dan besar kecilnya daya guna tersebut tergantung dari konsumen yang bersangkutan; makin banyak barang yang dikonsumsinya makin besar daya guna total (total utility) yang diperolehnya, akan tetapi laju pertambahan daya guna (marginal utility) yang diperoleh karena mengkonsumsi satu kesatuan barang makin lama semakin rendah, bahkan jumlah pertambahannya dapat menjadi nol dan bila penambahan konsumsi diteruskan jumlahnya, pertambahan daya gunanya bahkan bisa menjadi negatif akibat pertambahan jumlah konsumsi tersebut, hal ini biasa disebut dengan hukum pertambahan daya guna menurun (the law of diminishing marginal utility) atau hukum Gossen I.

Dari pernyataan Gossen di atas dapat ditulis beberapa pengertian secara sederhana sebagai berikut : ­ Daya guna/utilitas (Utility) adalah kemampuan suatu barang untuk memberikan kepuasan kepada manusia dalam memenuhi kebutuhannya. ­ Daya guna total ( Total Utility)adalah jumlah daya guna atau kegunaan yang di peroleh dari mengkonsumsi suatu barang untuk waktu tertentu. ­ Daya guna menaik (Increase Total Utility), makin banyaknya konsumsi suatu barang atau memperoleh alat pemuas kebutuhan, maka total utilitas akan meningkat jumlahnya. ­Daya guna menurun (Descrease Total Utility), adalah nilai total guna yang semakin menurun/berkurang akibat menambah jumlah konsumsi suatu barang. ­ Daya Guna Marginal (Marginal Utility) adalah bertambahnya tingkat kepuasan akibat penambahan satu unit barang konsumsi terakhir, atau dengan kata lain bahwa penambahan utilitas yang didapat seseorang konsumer ketika mengkonsumsi barang dan jasa akibat penambahan 1 unit barang tersebut. ­

Hukum Penurunan Daya Guna (The Law of Dimishing Marginal Utility) mula-mula akan bertambah besar dengan penambahan satu unit konsumsi, kemudian penambahan konsumsi selanjutnya akan menambah total daya guna yang semakin kecil (marginal utilitynya turun), sehingga akhirnya tercapai kekenyangan. Artinya semakin banyak seseorang mengkonsumsi suatu barang, makin berkuranglah daya guna yang dapat diberikan barang tersebut baginya, dengan asumsi konsumsi barang lain konstan Bentuk-Bentuk Utilitas (Utility) Menurut bentuknya utilitas dapat dibagi menjadi :
1. Form Utility, yaitu daya guna dari suatu barang akan timbul karena atau setelah diadakan perobahan bentuk/pisik barang tersebut, seperti kayu menjadi kursi tempat duduk.
2. Place Utility, yaitu daya/nilai guna suatu barang timbul akibat berpindahnya barang tersebut dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih memerlukannya, seperti barang-barang tambang.
3. Time Utility, yaitu daya/nilai guna suatu barang akan lebih berguna pada suatu waktu dari pada waktu lainnya, atau setelah berlangsungnya beberapa waktu lamanya, seperti payung dikala hujan.
4. Ownership Utility, Yaitu kegunaan suatu barang timbul karena barang tersebut diberikan kepada pihak lain yang lebih membutuhkannya, seperti bank memberikan kredit pasar nasabah.
Ilustrasi di dalam Utilitas :
Sani yang masih berumur 7 tahun, senang dalam mengkonsumsi gulali. Setiap hari biasanya ia makan 2 gulali. Tetapi setelah beranjak besar, di usia 11 tahun, ia sudah bosan akan rasa gulali. Kasus di atas bisa kita lihat, bahwa mula-mula adanya kepuasan si Sani dalam mengkonsumsi gulali di usianya yang 7 tahun. Tetapi akibat ia banyak mengkonsumsi gulali, maka timbullah rasa kekenyangan di dalam diri Sani. Maka tingkat kepuasan Sani terhadap gulali maka menurun. Kasus itu adalah termasuk di dalam Law of Diminishing Return
Gambar Point of Diminishing Returns Sumber :
http://faizulmubarak.wordpress.com/2009/11/04/teori-ekonomi-mikro-pengertian-dasar/ http://mikro-ekonomi.blogspot.com/2009/02/teori-konsumsi.html